Senin, 26 Januari 2009

Bangunan Tua yang menjadi Saksi Sejarah Kota Bandung

Bandung - Konon, Bandung adalah kota urutan ke 9 di dunia yang memiliki arsitektur bangunan art deco yang artistik. sejarah sebuah kota tidak hanya bisa ditelusuri dari perjuangan masyarakatnya. Selain melalui kondisi geologi, masih banyak saksi bisu lainnya yang bisa menceritakan perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota tersebut memasuki masa jaya. Kota Bandung sebenarnya termasuk salah satu kota di Indonesia yang paling beruntung karena masih memiliki salah satu saksi sejarah masa lalunya yang bisa dibaca lewat bangunan-bangunan tua dengan berbagai langgam arsitekturnya. Melalui salah satu kekayaan itu, setiap orang bisa menelusuri perjalanan sejarah kota dan masyarakat Bandung, tergantung dari kepentingannya. Dari segi arsitektur, Bandung pernah dijuluki sebagai laboratorium arsitektur paling lengkap karena memiliki begitu banyak kekayaan arsitektur yang hingga kini menjadi sumber inspirasi dan bahan penelitian yang tak habis-habisnya untuk digali


Daerah yang selama ini dijuluki Bumi Parahyangan untuk mengeksploitir sumber daya alam dan manusianya. Dataran Tinggi Priangan dijadikan salah satu wilayah perkebunan sejak tahun 1870 dengan pusat dan sekaligus tempat tinggal mereka di Kota Bandung. Cikal bakal pembukaan areal perkebunan tersebut masih bisa disaksikan lewat bangunan tua yang kini dijadikan pusat pemerintahan Kota Bandung. Gedung tersebut dibangun tahun 1819 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Der Cappelen atas usul Dr De Wilde yang saat itu jadi Asisten Residen Priangan (Balai Kajian Jarahnitra, 1998). Bangunan tersebut sebelumnya merupakan gudang tempat menyimpan kopi. Karena bentuk atapnya datar, masyarakat menjuluki gedung tersebut gedong papak. Papak artinya datar. Akan tetapi, jika ditilik dari usianya, umur bangunan pendopo Kabupatan Bandung jauh lebih tua. Bangunan yang merupakan tempat tinggal bupati-bupati Bandung dan kini dijadikan tempat kediaman resmi Wali Kota Bandung itu didirikan Bupati RAA Wiranatakusumah II pada tahun 1810. Saat itu bertepatan dengan kepindahan ibu kota kabupaten dari Krapyak ke Kota Bandung. MASA keemasan pembangunan fisik Kota Bandung ditandai dengan maraknya pembangunan gedung-gedung modern sejak akhir abad ke-19. Masa itu ditandai dengan dipindahkannya ibu kota Priangan dari Cianjur ke Bandung pada tahun 1864. Namun, dampak positif kemajuan sosial-ekonomi kota ini barulah memperlihatkan perkembangan yang luar biasa sejak direncanakan sebagai ibu kota Hindia Belanda, menggantikan Batavia yang sanitasinya dinilai kurang mendukung. Usul pemindahan ibu kota tersebut disampaikan HF Tillema (1916) dan disetujui Gubernur Jenderal Limburg Van Stirum. Rencana boyong pusat-pusat kegiatan pemerintahan itu bukan hanya bisa disaksikan melalui berbagai instansi dan BUMN tingkat pusat yang hingga kini tetap bertahan di Bandung. Namun, bersamaan dengan rencana tersebut dibangun pula gedung-gedungnya, baik untuk perkantoran maupun tempat tinggal. Dari segi arsitektur, era ini ditandai dengan ditinggalkannya langgam arsitektur Indische Empire Stijl sebagai bentuk bangunan yang paling hebat pada masa sebelumnya. Salah satu bangunan dengan langgam gaya arsitektur tersebut bisa disaksikan lewat Gedung Pakuan yang kini dijadikan tempat kediaman resmi Gubernur Jawa Barat (Jabar) di Jalan Oto Iskandar Dinata dan Markas Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Bandung di Jalan Merdeka. Selain pernah dijadikan tempat kediaman Residen Priangan dan Gubernur Jabar, Gedung Pakuan pernah menjadi tempat kediaman resmi Wali Negara Pasundan tatkala Provinsi Jawa Barat menjadi negara Pasundan. Nama Gedung Pakuan diusulkan Dalem Istri RAA Wiranatakusumah V. Sebagai sebuah daerah yang mulai berkembang jadi kota, Kota Bandung mengalami penataan yang lebih komprehensif sejak tahun 1920-an. Ditandai dengan pembangunan gedung-gedung yang dilakukan bersamaan dengan rencana pemindahan ibu kota telah mengundang perhatian para perancang kota dan bangunan. Salah seorang di antaranya perancang terkemuka, Ir Thomas Karsten, yang merancang Bandung sehingga gagasannya kemudian dikenal dengan “Plan Karsten”. Dalam mengantisipasi perkembangan kota ia mengusulkan gagasan perluasan wilayah kota untuk 25 tahun ke depan dari semula 2.835 ha (1930) menjadi 12.758 ha yang diperuntukkan 750.000 penduduknya. Gagasan ini diperlukan untuk tetap mempertahankan Bandung sebagai Kota Taman yang membutuhkann ruang terbuka yang cukup luas. SELAIN dikenal sebagai Kota Taman yang kemudian melahirkan berbagai sanjungan karena kecantikannya, di bidang arsitektur, Kota Bandung mewariskan kekayaan berbagai langgam arsitektur. Lewat bangunan-bangunan tua Gedung Sate yang hingga kini tetap menjadi landmark Kota Bandung, kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berusaha memadukan gaya arsitektur modern dan tradisional, kota ini masih menyimpan kekayaan gaya arsitektur art deco. Seni kebangkitan art deco di Kota Bandung mencapai puncaknya pada tahun 1920-an. Salah satu di antaranya adalah Gedung Bumi Siliwangi yang kini dijadikan Kantor Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Gedung yang hampir menyerupai kapal laut itu merupakan karya perancang Prof Wolf P Schoemaker. Bangunan ini pada awalnya merupakan vila milik DW Barrety yang dipersembahkan untuk istrinya. Tahun 1964, gedung tersebut dibeli pemerintah dan kemudian digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan pendidikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), cikal bakal Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung. Langgam gaya arsitektur art deco yang tak kurang jumlahnya bisa dijumpai di sepanjang Jalan Braga, salah satu jalan paling bergengsi di Kota Bandung, di samping langgam gaya arsitektur lainnya. Maklum, pada saat itu di Bandung terdapat lebih dari 70 perancang bangunan. Bahkan, tak kurang dari Ir Soekarno, Presiden RI pertama, sempat memberi warna dan kekayaan arsitektur bangunan di kota ini. Bangunannya dicirikan dengan atap bertingkat dua dan bagian atasnya terdapat semacam gada. Sayang, sebagian bangunan-bangunan yang bisa menceritakan tentang sejarah kota, kebudayaan dan seni arsitektur tersebut mulai banyak diruntuhkan. Beberapa di antaranya memang ada yang berhasil diselamatkan berkat usaha gigih yang dilakukan para pengurus Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage). Tetapi, sebagian lainnya sudah tidak jelas lagi karena sudah rata dengan tanah. Dengan kekuasaan rezim ekonomi, di atasnya sudah berdiri bangunan baru. Jadi, banyak yang mengkhawatirkan Bandung akan kehilangan salah satu identitas dan sekaligus kekayaan budayanya.

10 komentar:

*fallenstar mengatakan...

lagi lagi..kita harus mencintai warisan kota bandung! semangat!

Adventurous mengatakan...

Story of The year..

Warisan buat anak cucu di masa yg akan datang.
Kita harus bangga......"paris van java"

Keep it

Adventurous mengatakan...

....
KOTA Bandung sangat kaya dengan bangunan tua yang mencerminkan perjalanan sejarah. Namun tarikan modernisasi menyebabkan warisan kota itu perlahan musnah

Perjalanan panjang sejarahnya bisa terlukis lewat kekayaan warisan arsitektur yang menggambarkan perkembangan kebudayaan masyarakatnya

Jgn lupkan masa lalu..

"MEMORY REMAINS"

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

setiap kota memiliki bangunan-tua-bersejarah-nya masing2, bandung apalagi!
banyak bangunan-tua-bersejarah- di kota bandung yg perlu dirawat, di lestarikan dan di budidayakan.
kalo jakarta kan udh punya program city tour-nya, trus bandung kapan dong?? bandung juga ga kalah banyak kan bangunan bersejarahnya..
and always remember :
"kita ada, karena masa lalu"

-steffi anggi pratiwi goche-

chitta chalid mengatakan...

bangunan" tua itu, selain menyimpan dan menjadi saksi bisu dari sejarah, juga menjadi ciri khas yang lumayan menonjol dari kota bandung. bandung memang kota yang asik. Di beberapa jalan, seringkali kita seperti dibawa masuk ke jaman dulu. mulai dari arsitektur bangunan sampai suasananya yang klasik.

tapi kok rasanya kenikmatan itu makin lama makin hilang? salah satu penyebabnya, banyak kita lihat lukisan" amburadul yang dilukis pakai pilox di dinding bangunan tua. hufth. sayang juga.

lama" bisa jadi masalah serius. aset kota bandung bisa hancur & rusak. nanti ga ada lagi warisan yang bisa dibanggain, kan?
:)

Suara Dunia mengatakan...

bangunan tua mang musti dijaga, klo bisa dibuat seperti di jakarta, jadi kota tua gitu. jadikan bisa jadi objek wisata yang bagus banget tuh..

bang sukab mengatakan...

ow jadi dulu bandung pernah menjadi laboratorium arsitektur, berarti sekarang menjadi laboratorium mode. kan paris van java......

Anonim mengatakan...

kira harus melestarikan warisan yang sudah ada, jangan malah di hancurin, jaga trus peninggalan zaman dahulu kala!! bangga donk mustinya

Valentino Kokasih mengatakan...

Sebagai salah satu 'labolatorium' art deco yang unik terbesar di Indonesia. Unik karena art deco yang ada merupakan perwujudan panggabungan arsitektur barat dengan tropis. Sudah sepantasnya generasi muda memikirkan keberadaan bangunan-bangunan tua yang masih berdiri.

Salute!
http://fotokotabandung.blogspot.com/