Senin, 26 Januari 2009

Tentang Seorang Aktivis menuju gedung MPR-DPR


Jika belasan tahun yang lalu ia masuk dan menduduki gedung MPR-DPR dengan cara “paksa” menuntut perbahan karena orang-orang yang bekerja di sana sebagai pembuat Undang-undang tidak berpihak kepada rakyat. Maka sekarang ia mencoba masuk dan menuntut perbahan dengan cara yang bisa dianggap elegan.

Dialah Budiman Sudjatmiko, seorang pemuda pemberani yang sejak usia ke 26 nya sudah “dicap” sebagai musuh negara oleh Rezim Orde Baru, karena aktivitas politiknya. Seorang anak muda yang dilahirkan di Desa Pahonjean, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini sudah melakukan pencarian dan pembentukan kesadaran politiknya sejak duduk di bangku SMP (sekolah menegah Pertama). Pada usia itu ia sudah menenggelamkan diri dalam dunia buku-buku.

Budiman yang akrab dipanggil Iko ini, terjun dalam dunia politik sejak berada di Yogyakarta, dimulai ketika mengenyam pendidikan di SMA (Sekolah Menengah Atas) 1 Muhamidiyah, kemudian menjadi mahasiswa di FE-UGM (Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada). Namun, pendidikan di bangku kuliah hanya dijalaninya selama dua semester. Budiman yang tercatat sebagai mahasiswa baru di FE UGM pada tahun 1989, lebih mencurahkan perhatian dan konsentrasinya pada dunia politik, dimana pada saat itu situasi Yogyakarta marak dengan aksi unjuk rasa.

Kegiatan politik Budiman saat itu, tidak hanya sebatas pada gelaran diskusi dan mobilisasi massa, tapi sudah sampai pada tahap integrasinya dengan rakyat. Proses penyatuan ini dimulai dengan adanya kasus penggusuran tanah petani Kedung Ombo. Kasus tersebut menjadi stimulus integrasi mahasiswa dengan rakyat. Terbukti setelah peristiwa itu terjadi sejumlah aksi solidaritas gerakan mahasiswa dari berbagai kota yang membentuk komite advokasi untuk para petani yang tergusur.

Sejak proses peletakan dasar perjuangan, dimana mahasiswa menjadi organisator dan fasilitator politik rakyat, Budiman menjadi bagian di dalamnya. Ia melatih kemampuan rakyat yang dibungkam oleh kediktatoran. Rakyat dilatih untuk memiliki keberanian berkampanye dan menekan pemerintah. Suatu konsep dasar pejuangan yang memerlukan gagasan yang matang dan interaksi lapangan. Sehingga, mengharuskan Budiman berada ditengah-tengah rakyat kecil, melihat dan merasakan apa yang mereka alami sehari-hari.

Tidak hanya itu, meski baru satu tahun menapaki keterlibatan dalam gerakan mahasiswa, Budiman dipercaya untuk memberikan pendidikan politik bagi rekan-rekan aktivis mahasiswa. Ia dikenal ungul dalam kajian ekonomi-politik dan strategi gerakan rakyat.

Hasil konkret interaksi Budiman dengan dunia politiknya adalah ketika ia terpilih menjadi ketua PRD (Partai Rakyat Demokratik) tidak lama setelah meletusnya peristiwa 27 Juli 1996. Selepas peristiwa kerusuhan itu, PRD “dicap” komunis dan otomotis seluruh orang di dalamnya termasuk Budiman diburu pemerintah. Tidak tanggug-tanggung, perintah tembak ditempat dikeluarkan oleh Pangdam Jaya, yang pada saat itu dijabat oleh Mayjen Sutiyoso.

Manifesto politik PRD, dimana salah satu isinya berbunyi pergantian Rezim Orde Baru merupakan penyebab kenapa mereka diburu. Tapi toh, yang masyarakat tahu alasanya adalah komunis. Sebuah stigma yang dibingkai untuk dijadikan sebuah legalitas penangkapan.

Setelah kurang lebih 15 hari menjadi buruan pemerintah, dan menjalankan aktivitas politiknya secara terselubung, berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya, akhirnya pada tanggal 11 Agustus 1996 Budiman bersama tiga orang temannya tertangkap di sebuah rumah di Bekasi.

Enam bulan menjalani pemeriksaan, akhirnya Budiman dijatuhi vonis 13 tahun penjara oleh pengadilan tinggi Jakarta Pusat. Dan, pada masa pemerintahan Gusdur ia dibebaskan tepatnya tanggal 10 Desember 1999.

Setelah bebas dari penjara, Budiman kembali ke partainya dan menuntun PRD ke pemilu 1999, meski tidak mendapatkan kursi. Sekarang Budiman menjadi salah satu calon anggota legislative dari salah satu partai yang lolos verifikasi KPU untuk pemilu 2009.

Diambil dari cuplikan acara di salah satu stasiun televise swasta dimana ia mengatakan bahwa dengan pencalonannya sebagai anggota legislative, terdapat perubahan cara perjuangan. Jika dulu ia hanya bisa melakukan aksi unjukrasa atau menulis opini di media massa untuk mengkritisi pemerintah, tapi sekarang ia berada didalamnya dan bisa memperjuangkan kepentingan rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat.

Mari kita lihat apakah ketika menjadi anggota legislative yang diperjuangkan selaras dengan apa yang dia ucapkan, atau hanya sebatas janji-janji klise. Seperti perubahan idealisme teman seperjuangan Soe Hok Gie ketika sudah berada di kursi pemerintahan…

3 komentar:

Adventurous mengatakan...

Budiman ...
Teruskan perjuangan Mu..

Kami mendukung mU..
"Street Fighting Men"

Adventurous mengatakan...

Perjuangan tak kenal lelah..
...
SALUTe

bang sukab mengatakan...

baru tau ternyata ada orang yang berani di zaman mas soeharto.
anak muda lagi........yang tuanya kemana????